Selasa, 01 Mei 2018

TRIMAKASIH IBUKU

terima kasih ibuku ibu kadang aku membantah mu tetapi engkau tdk marah kadang aku menjengkelkanmu tetapi engkau diam saja ibu maafkan aku yg sudah menyakiti hatimu maafkan aku jika aku pernah memfitnahmu ibu tolong maafkan aku karena engkaulah penyemangatku ibu maafkan semuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa kesalahanku moga bermanfaat aamin inilah cerpen ku

Sabtu, 29 Mei 2010

LP Perinatologi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

A. DEFINISI
BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961) Klasifikasi BBLR Prematuritas murni Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi. Dismaturitas BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr sampai dengan 2499 gr.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir.
Dalam hal ini dibedakan menjadi :
1. Prematuritas murni
Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.
2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia
kehamilan.



B. PATOFISIOLOGI DAN PATOFLOW
1. Etiologi
a. Faktor ibu (resti).
b. faktor penyakit (toksimia gravidarum, trauma fisik).
c. faktor usia : < 20 tahun.
d. faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan ante partum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.
e. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini.
f. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
g. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok

2. Manifestasi klinis
a. Prematuritas murni
1) BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
2) Masa gestasi < 37 minggu
3) Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
4) Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis,telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
5) Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun.
6) Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
7) Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
8) Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
9) Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
10) Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot masih hipotonik
11) Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna

b. Dismaturitas
1) Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
2) Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
3) Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
4) Tali pusat berwarna kuning kehijauan

c. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain
1) Hipotermia
2) Hipoglikemia
3) Gangguan cairan dan elektrolit
4) Hiperbilirubinemia
5) Sindroma gawat nafas
6) Paten duktus arteriosus
7) Infeksi
8) Perdarahan intraventrikuler
9) Apnea of Prematurity
10) Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain
1) Gangguan perkembangan
2) Gangguan pertumbuhan
3) Gangguan penglihatan (Retinopati)
4) Gangguan pendengaran
5) Penyakit paru kronis
6) Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7) Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

C. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
2. Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
4. Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yangn tepat

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):
1. Pemeriksaan skor ballard
2. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

E. PENCEGAHAN
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting.
Hal-hal yang dapat dilakukan (3):
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
F. ASKEP PENGKAJIAN
1. Tanda-tanda anatomis
a) Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis).
b) Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari
c) Pada bayi laki-laki testis belum turun.
d) Pada bayi perempuan labia mayora lebih menonjol.
2. Tanda fisiologis
a) Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
b) Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
Penyebabnya adalah :
1) Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
2) Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
3) Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
2. Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
3. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
6. Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.






H. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dn neuro muscular Pola nafas efektif .
Kriteria Hasil :
• RR 30-60 x/mnt
• Sianosis (-)
• Sesak (-)
• Ronchi (-)
• Whezing (-) 1. Observasi pola Nafas.
2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
3. Observasi adanya sianosis.
4. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
5. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
6. Beri O2 sesuai program dokter
7. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
9. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
2 Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu dan berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh. Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil :
• Suhu 36-37 C.
• Kulit hangat.
• Sianosis (-)
• Ekstremitas hangat.  Observasi tanda-tanda vital.
 Tempatkan bayi pada incubator.
 Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
 Monitor tanda-tanda Hipertermi.
 Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
 Ganti pakaian setiap basah.
 Observasi adanya sianosis.

3. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi) Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
• Suhu 36-37 C
• Tidak ada tanda-tanda infeksi.
• Leukosit 5.000 – 10.000  Kaji tanda-tanda infeksi.
 Isolasi bayi dengan bayi lain
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
 Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
 Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
 Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.
 Kolaborasi dengan dokter.
 Berikan antibiotic sesuai program.
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi (Imaturitas saluran cerna) Nutrisi terpenuhi setelah
Kriteria hasil :
• Reflek hisap dan menelan baik
• Muntah (-)
• Kembung (-)
• BAB lancar
• Berat badan meningkat 15 gr/hr
• Turgor elastis.  Observasi intake dan output.
 Observasi reflek hisap dan menelan.
 Beri minum sesuai program
 Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
 Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
 Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
 Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
 Timbang BB setiap hari.



5 Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi. Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
• Suhu 36,5-37 C
• Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit.
• Tanda-tanda infeksi (-)  Observasi vital sign.
 Observasi tekstur dan warna kulit.
 Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
 Jaga kebersihan kulit bayi.
 Ganti pakaian setiap basah.
 Jaga kebersihan tempat tidur.
 Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
 Monitor suhu dalam incubator.
6. Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan kondisi krisis. Cemas berkurang
Kriteria hasil :
Orang tua tampak tenang
Orang tua tidak bertanya-tanya lagi.
Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan.  Kaji tingkat pengetahuan orang tua
 Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
 Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya.
 Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
 Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang.

LP INC fisiologis

ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN NORMAL


I. Pengertian :
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2001).
Persalinan normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri,tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir.

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :
• Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase : Fase Laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama Fase aktif.
• Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
• Kala III : Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
• Kala IV : Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.


II. Penyebab
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti/jelas. Terdapat beberapa teori antara lain : (Rustam Muchtar, 1998).
A. Penurunan kadar progesteron :
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya Estrogen meninggikan kerentanan otot rahim.
Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar Progesteron dan Estrogen di da;lam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar Progesteron menurun sehingga timbul his.
B. Teori oxytocin :
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
C. Keregangan otot-otot :
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
D. Pengaruh janin :
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
E. Teori Prostaglandin :
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan.
Hasil dari percobaab menunjukkan bahwa Prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamilsebelum melahirkan atau selama persalinan.


Secara skematis dikaitkan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar sebagai berikut :
Prostaglandin 

Sintesa Prostaglandin di chorio amnion

Kontraksi Uterus Kadar Oxytocin 

Permiabilitas Na dalam Myometrium 

Cairan intra sel 
¯
Kontraksi Uterus Fetus cortisol

Aktivasi Hormon Hypofise dan Intra renal

Fetus normal
cukup/hampir cukup bulan

Kontraksi Uterus Prostaglandin
¯
Prostaglandin 
Estroge ¯
¯
Aktivasi phospholipase dalam selaput ketuban
¯
Kontraksi Myometrium Peregangan otot rahim
¯
Sintesa 
¯
Kontraksi Myometrium
¯
Prostaglandin 












His : Kontraksi otot rahim yang terasa nyeri dan yang dapat menimbulkan pembukaan servix pada persalinan

His : Kontraksi otot rahim yang terasa nyeri dan yang dapat menimbulkan pembukaan servix pada persalinan

Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase :
 Fase Laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm
 Ansietas
 Kurang pengetahuan
 Kurangnya volume cairan
 Koping individu tidak efektif
 Infeksi
 Cedera (janin)
 Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama Fase aktif.
 Nyeri
 Perubahan eliminasi urin
Resiko tinggi
 Cedera (ibu)
 Gangguan pertukaran gas
 CO 
 Kurangnya volume cairan
 Kelelahan Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
 Nyeri (Akut)
Resiko tinggi
 CO 
 Gangguan pertukaran gas
 Kerusakan integritas kulit/jaringan
 Kurangnya volume cairan
 Infeksi
 Cedera (janin)
 Kelelahan Kala III
Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Resiko tinggi
 Kurangnya volume cairan
 Cedera (ibu)
 Kurang pengetahuan
 Nyeri
 Perubahan proses keluarga Kala IV
Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

III. Mekanisme Persalinan (Cunningham, Mac Donald & Gant, 1995)
Mekanisme Persalinan adalah proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar pada saat persalinan.
Gerakan utama pada Mekanisme Persalinan :
A. Engagement
1. Diameter biparietal melewati PAP
2. Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
3. Multipara terjadi permulaan persalinan
4. Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP-Flexi Ringan.
B. Descent (Turunnya Kepala)
1. Turunnya presentasi pada inlet
Disebabkan oleh 4 hal :
a. Tekanan cairan ketuban
b. Tekanan langsung oleh fundus uteri
c. Kontraksi diafragma dan otot perut (kala II)
d. Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus.
2. Synclitismus dan Asynclitismus
Synclitismus
a. Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat antara symplusis dan promotorium.
b. Os Parietal depan dan belakang sama tinggi.
Asynclitismus
Jika Sutura sagitalis agak ke depan mendekati symplusis atau agak kebelakang mendekati promotorium.
a. Asynclitismus Posterior
Sutura sagitalis mendekati simplusis, Os parietal belakang lebih rendah dari Os parietal depan.
b. Asynclitismus Anterior
Sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga Os parietal depan > Os parietal belakang.




C. Flexion
Majunya kepala  mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau dasar panggul  Flexi (dagu lebih mendekati dada).
Keuntungan : Ukuran kepala yang melalui jalan lahir lebih kecil
(D. SOB = 9,5 cm)  Outlet.
D. Internal Rotation
1. Bagian terrendah memutar ke depan ke bawah symphisis
2. Usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir
3. (Bidang tengah dan PBP)
4. Terjadinya bersama dengan majunya kepala
5. Rotasi muka belakang secara lengkap terjadi setelah kepala di dasar panggul.
E. Extension
1. Defleksi kepala
2. Karena sumbu PBP mengarah ke depan dan atas
3. Dua kekuatan kepala
a. Mendesak ke bawah
b. Tahanan dasar panggul menolak ke atas
4. Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis sebagai Hypomoclion  lahir lewat perinium = occiput, muka dagu.
F. External Rotation
1. Setelah kepala lahir  kepala memutar kembali ke arah panggul anak untuk menghilangkan torsi leher akibat putaran paksi dalam
2. Ukuran bahu menempatkan pada ukuran muka belakang dari PBP.
G. Expulsi
1. Bahu depan di bawah symphisis  sebagai Hypomoklion  lahir  bahu belakang, bahu depan  badan seluruhnya.

IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan persalinan fisiologis, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan langkah langkah; pengkajian data,diagnosa , perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan.

A. Pengkajian.
1. Pengumpulan data.
a. Biodata meliputi:
Nama agar dapat lebih mudah memanggil, mengenali klien antara yang satu dengan yang lain agar tidak keliru. Umur mengetahui usia ibu apakah termasuk resiko tinggi / tidak. Pendidikan pemberian informasi yang tepat bagi klien. Penghasilan mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi klien. Pada pesalinan fisiologis biodta didapatkan; Umur dalam kategori usia subur (15 – 49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atauterlalu tua (lebih dari 35 tahun) merupakan keompok resiko tinggi. (Depks RI, 1993: 65).
b. Keluhan Utama.
Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, adanya his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan darah, perasaan selalu ingin buang air kemih, bila buang air kemih hanya sedikit-sedikit (Cristina’s Ibrahim, 1993,7).
c. Riwayat penyakit sekarang .
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan anatara 38 –42 minggu (Cristina’s Ibrahim, 1993,3) disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering, tertaur, kuat, adanya show (pengeluaran darah campur lendir).kadang ketuban pecah dengan sendirinya. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998; 165).
d. Riwayat penyakit dahulu.
Adanya penyakit jantung, Hypertensi, Diabitus mielitus, TBC, Hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah dialami, dapat memperberat persalinan. (Depkes RI, 1993:66).
e. Riwayat penyakit keluarga.
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabitus mielitus, keturunan hamil kembar pada klien, TBC, Hepatitis, Penyakit kelamin, memungkinkan penyakit tersebut ditularkan pada klien, sehingga memperberat persalinannya. Depkes RI, 1993,66).
f. Riwayat Obstetri.
 Riwayat haid.
Ditemukan amenorhhea (aterm 38-42 minggu) (Cristina’s Ibrahim, 1993,3), prematur kurang dari 37 minggu (D.B. Jellife, 1994:28).
 Riwayat kebidanan.
Adanya gerakan janin, rasa pusing,mual muntah, daan lain-lain. Pada primigravida persalinan berlangsung 13-14 jam dengan pembukaan 1cm /jam, sehingga pada multigravida berlangsung 8 jam dengan 2 cm / jam (Sarwono Prawirohardjo, 1999,183).
g. Riwayat psikososialspiritual dan budaya.
Perubahan psikososial pada trimester I yaitu ambivalensi, ketakutaan dan fantasi . Pada trimester II adanya ketidak nyamanan kehamilan (mual, muntah), Narchisitik, Pasif dan introvert. Pada trimester III klien merasa tidak feminin lagi karena perubahan tubuhnya,ketakutan akan kelahiran bayinya,distress keluarga karena adaanya perasaan sekarat selama persalinan berlangsung (Sharon J Reeder Et all, 1987: 302).
h. Pola Kebutuhan sehari-hari.
 Nutrisi.
Adanya his berpengaruh terhadapkeinginan atau selera makan yang menurun. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 405).
 Istirahat tidur.
Klien dapat tidur terlentang,miring ke kanan / kiri tergantung pada letak punggung anak,klien sulit tidur terutama kala I – IV. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,192).
 Aktivitas.
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, tidak mebuat klien cepat lelah, capai, lesu. Pada kala I apabila kepala janin telah masuk sbagian ke dalam PAP serta ketuban pecah, klien dianjurkan duduk / berjalan-jalan disekitar ruangan / kamar bersalin. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,192). Pada kala II kepala janin sudah masuk rongga PAP klien dalam posisi miring ke kanan / kiri . (Sarwono Prawirohardjo, 1999,195).
 Eliminasi.
Adanya perasaan sering / susah kencing selama kehamilan dan proses persalinan (Chritina”s Ibrahim, 1993:7). Pada akhir trimester III dapat terjadi konstipasi. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 406).
 Personal Hygiene.
Kebersihan tubuih senantiasa dijaga kebersihannya. Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai, sepatu / alas kaki dengan tumit tinggi agar tidak dipakai lagi. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,160).
 Seksual.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual / fungsi dari sek yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 285).

i. Pemeriksaan.
 Pemeriksaan umum meliputi:
• Tinggi badan dan berat badan.
Ibu hamil yang tinggi badanya kurang dari 145 cm terlebih pada kehamilan pertama, tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar memiliki panggul yang sempit. Berat badan ibu perlu dikontrol secara teratur dengan peningkatan berat badan selama hamil antara 10–12 kg. ( Depkes RI, 19993: 67).
• Tekanan Darah.
Tekanan darah diukur pada akhir kala II yaitu setelah anak dilahirkan biasanya tekanan darah akan naik kira-kira 10 mmHg (Cristina’s Ibrahim, 1993,:45).
• Suhu badan nadi dan pernafasan.
Pada penderita dalam keadaan biasa suhu badan anatara 360-370 C, bila suhu lebih dari 375C dianggap ada kelainan. Kecuali bagi klien setelah melahirkan suhu badan 375C- 378C masih dianggap normal karena kelelahan. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:46). Keadaan nadi biasanya mengikuti keadaan suhu, Biola suhuu naik keadaan nadi akan bertambah pula dapat disebabkan karena adanya perdarahan. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:46).
Pada klien yang akan bersalin / bersalin pernafasanannya agak pendek karena kelelahan, kesakitan dan karena membesarnya perut (Cristina’s Ibrahim, 1993,:45), pernafasan normal antara 80 – 100 X / menit, kadang meningkat menjadi normal kembali setelah persalinan, dan diperiksa tiap 4 jam.
2. Pemeriksaan fisik.
a. Kepala dan leher.
Terdapat adanya cloasma gravidarum, terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva kadang pucat, sklera kuning, hiperemis ataupun normal, hidung ada polip atau

tidak, caries pada gigi, stomatitis, pembesaran kelenjar.
( Depkes RI, 19993: 69).
b. Dada.
Terdapat adanya pembesaran pada payudara, adanya hiperpigmentasi areola dan papila mamae serta ditemukan adanya kolustrum. ( Depkes RI, 1993: 69).
c. Perut.
Adanya pembesaran pada perut membujur, hyperpigmentasi linea alba / nigra, terdapat striae gravidarum. ( Depkes RI, 1993: 70).
Palpasi : usia kehamilan aterm 3 jari bawah prosesus xypoideus, usia kehamilan prematur pertengahan pusat dan prosesus xypoideus, punggung kiri / punggung kanan , letak kepala, sudah masuk PAP atau belum. Adanya his yang makin lama makin sering dan kuat. (Cristina’s Ibrahim, 1993,: 7).
Auskultasi : ada / tidaknya DJJ,frekwensi antara 140 – 160 x / menit . (Depkes RI, 1993: 75).
d. Genetalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban. Bila terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibnetuk anak dalam kandungan, menandakan adannya kelainan letak anak. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:50).
Pemeriksaan dalam untuk mengetahui jauhnya dan kemajuan persalinan, keadaan servic, panggul serta keadaan jalan lahir.(Depkes RI, 1993: 76).
e. Ekstremitas.
Pemeriksaan oedema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karena pre eklamsia atau karena karena penyakit jantung / ginjal. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:47). Ada varices pada ekstremitas bagian bawah karena adanya penekanan dan pembesaran uterus yang menekan vena abdomen (Sharon J Reeder Et all, 1987: 412).

3. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Pemerikaaan darah lengkap :
1) Hb normal = 11,4 – 15,1 gr/dl
2) Golangan darah = A,B,AB & O
3) Faktor RH = +/-
4) Waktu pembekuan
b. Protein Urine
c. Urine reduksi.

B. Diagnosa keperawatan :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan,penggunaan energi berlebihan
2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi rahim & regangan pada jaringan
3. Penurunan cardiak out put berhubungan dengan peningkatan kerja jantung sekunder penggunaan energi berlebih.
4. Resiko terjadi gangguan kesimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan banyak
5. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka episiotomi.

C. Interrvensi keperawatan :

Dx. 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penggunaan energy berlebihan
Tujuan : Pola napas tidak terganggu/kembali efektif.
• Observasi TTV selama jalannya persalinan
R/ Deteksi dini keadaan klien sehingga dapat dilakukan tindakan secara tepat & cepat.
• Dampingi klien & berikan dorongan mental selama perslinan
R/ Mengurangi kecemasan sehingga klien dapat mengatur pernapasan scr benar
• Ajarkan tehnik pernapasan yg benar saat kontraksi
R/ Meningkatkan cadangan oksigen & tenaga
• Ajarkan cara mengedan yg benar
R/ Agar klien dpt menghemat energi & melahirkan bayinya dng cepat.



Dx. 2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi rahim & regangan jaringan
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
• Observasi skala nyeri dng skala 1 – 10, intensitas & lokasi
R/ Mengetahui tingkat nyeri & ketergantungan klien serta kualitas nyeri
• Ajarkan tehnik relaksasi & menarik napas panjang
R/ Meningkatkan relaksasi & rasa nyaman
• Berikan penjelasan ttg penyebab nyeri & kapan hilangnya
R/ Meningkatkan pengetahuan sehingga mengurangi kecemasan,klien menjadi kooperatif
• Ajarkan cara mengedan yg benar jika pembeukaan sudah lengkap
R/ Mengurangi kelelahan & mempercepat proses persalinan.
• Anjurkan klien u/ istirahat miring kiri jika tdk sedang kontraksi
R/ Mengurangi penekanan vena cava, meminimalkan hipoksia jaringan.


Dx. 3. Penurunan Cardiak output berhubungan dengan peningkatan kerja jantung
Tujuan : Cardiak out put dalam batas normal, TD= 120/80 mmHg,
Nadi=80 x/mnt
• Observasi TTV
R/ Mengetahui perkembangan/perubahan yg terjadi pada klien
• Observasi perubahan sensori
R/ Mengetahui ketidak adekuatan perfusi cerebral.
Observasi penggunaan energi & irama jantung
R/ Mengetahui tingkat ketergantungan klien.


Dx. 4. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka episiotomi
Tujuan : Tidak terkadi infeksi
• Observasi TTV & tanda-tanda infeksi
R/ Deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi sehingga segera diatasi.





• Lakukan vulva hygiene 2 x sehari (pagi – sore)
R/ Luka kotor mempengaruhi proses penyembuhan
• Anjurkan klien u/ menganti pembalut setiap habis kencing atau kotor
R/ Kebersihan mempercepat proses penyembuhan & mencegah masuknya organisme.
• Anjurkan klien u/ segera mobilisasi (duduk,berdiri & jalan serta menyusui bayinya ).
R/ Mencegah sisa perdarahan/kotoran membendung dng mobilisasi sisa kotoran dpt keluar sehingga mempercepat proses penyembuhan disamping itu mem-perlancar sirkulasi darah ke luka.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. (2006) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. ed.8. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (2006). Rencana perawatan maternal/bayi : Pedoman untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. EGC. Jakarta.

JNPK – KR. (2001). Pelatihan Asuhan Persalinan bersih dan aman. JHPIEGO. Jakarta.

Prawirohardjo. (1995). Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Prawirohardjo. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Senin, 02 November 2009

tugas KMB

GASTRITIS

A. PENGERTIAN
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau local. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atropik kronik(price,Sylvia Anderson 2005).
1. GASTRITIS SUPERFICIAL AKUT
Merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Gastritis (inflamasi mukosa akut) sering akibat diet yang sembrono, makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroognanisme penyebab penyakit. Penyebab lainnya mencakup alcohol, aspirin, kafein, refluks empedu, atau terapi radiasi. Infeksi H pillory lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan dareah epitel yang gundul
PATIFISIOLOGIS DAN MANESFESTASI KLINIK
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi superficial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung , yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mucus. Ulserasi superficial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasien dapat menimbulkan ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual, dan anoreksia sering disertai dengan muntah dan cegukan. Beberapa pasien asimtomatik.
Gastritis superficial akut biasanya mereda bila agen penyebabnya dihilangkan. Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya pasien sembuh kira-kira sehari, meskipun nafsu makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian. Obat anti muntah dapat membantu menghilangkan mual dan muntah. Bila pasien tetap muntah, mungkin perlu koreksi keseimbangan cairan dan elektrolitdengan memberikan intravena
2. GASTRITIS ATROFIK KRONIS
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief sell, dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan rata
PATOFISIOLOGI DAN MANESFESTASI KLINIK
Gastritis kronik dapat digolongan menjadi dua kategori : gastritis tipe A(atropik atau fundal) dan gastritis tipe B(antral)
Gastritis tipe A merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung dan factor intrisik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief sell, yang menurunkan skresi asam dan menyebabkan meningkatkan gastrin.
Gastritis kronis tipe B umumnya mengena bagian antrum lambung . penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah H pillory. Factor etiologi lainnya adalah asupan alcoholyang berlebihan, merokok,dan refluks empedu kronik .
Gastritis atropik kronik dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Insiden kanker persiosa (10-15 %). Gejala gastritis umunya bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh, anoreksia, dan distress epigastrik yang tidak jelas .
Manesfestasi klinik pasien dengangastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia,nyeri uluh hati setelah makan, kembung, rasa asam,dimulut, atau mual dan muntah.
pada gastritis tipe A dihubungkan dengan aklorhidria dan hipoklorhidria sedangkan gastritis tipe B dihubungkan dengan hiperklorhidria.
Diagnostic : dapat ditentukan dengan endoskopi, pemeriksaan X-ray gastro intestinal, tes serologis untuk antibody terhadap antigen H.pilory.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menggumpulkan riwayat penyakit, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada pasien :
1. Apakah pasien mengalami nyeri uluh hati, tidak dapat makan, mual atau muntah ?
2. Apakag gejala yang terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan, setelah mencernah makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu atau alcohol ?
3. Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress,alergi, makanan atau miniman terlalu banyak atau makan terlalu cepat ?
4. Bagaimana gejala hilanhnya ?
5. Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya ?
6. Riwayat diet ?
7. Makanan yang dimakan
8. Tanyakan apakah orang lain pada lingkungan pasien mempunyai gejala yang sama
9. Apakah pasien memuntahkan darah dan apakah elemen penyebab yang diketahui
10. Pemeriksaan fisik meliputi : nyeri tekan abdolmen, dehidrasi (perubahan turgor kulit,membrane mukosa kering).
2. DIAGNOSIS
Berdasarkan data data pengkajian dignosa keperawatan yang mungkin timbul mencakup :
a. Perubahan nutrisi , kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan masukan nutrient yang tidak adekuat
b. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi
c. Ansietas berhubungan dengan pengobatan
d. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dan proses penyakit
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah.
3. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama menghindari makanan pengiritasi dan menjamin masukan nutrient adekuat, menggurangi ansietas, mempertahankan keseimbangan cairan, meningkatkan kesadaran tentang penatalaksanaan diet, dan menghilangkan nyeri

Intervensi Keperawatan
Meningkatkan Nutrisi, dukungan fisik dan emosi diberikan dan pasien dibantu untuk menghadapi gejala, mencakup mual, muntah, sakit uluhati,dan kelelahan. Makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama beberapa jam sampai gejala akut berkurang. Bila Terapi intravena diperlukan, pemberiaannya dipantau dengan teratur. Bila gejala berkurang makanan diberikan sesegera mungkin.
Masukan minuman mengandung kafein dihindari karena kafein adalah stimulant saraf pusat yang meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin.
Menghilangkan nyeri. Pasien diinstruksikan untuk menghindari makanan dan minuman yang mengiritasi mukosa lambung. Perawat mengkaji tingkat nyeri dan kenyaman pasien setelah menggunakan obat-obatan.
Menggurangi ansietas. Perawat menggunakan pendekatan untuk mengkaji pasien dan menjawab pertanyaan selengkap mungkin . semua prosedur dan pengobatan dijelaskan sesuai dengan ,minat dan tingkat pemahaman pasien.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah. Pengetahuan pasien tentang gastritis dievaluasi, sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual
Meningkatkan keseinbangan cairan. Masukan dan haluaran cairan setiap hari dipantau untuk mendeteksi tanda –tanda awal dehidrasi.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a) Menghindari makanan pengiritasi atau munuman yang mengandung kafein atau alcohol
b) Menunjukkan berkurangnya ansietas
c) Melaporkan nyeri berkurang
d) Mematuhi program pengobatan
e) Mempertahankan keseimbangan cairan





















Daftar pustaka

Price Silvia A,Wilson L.2005 .PATOFISIOLOGI:Konsep klinis proses-proses penyakit. EGC, Jakarta.

Brunner ,Suddarth.2004 ,Buku ajar keperawatan Medikal-Bedah. EGC, Jakarta


















TUGAS KMB
Gastritis




OLEH :
Sepris andareas AB
Hasmiati
Radyallah
Wanda
Gerson paduay
Marlina Ahmad

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009

EFUSI PLEURA

EFUSI PLEURA
A. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negative intrapleural
 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
 Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan ant
ara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. Penatalaksanaan medis
 Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
 Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

G. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.

2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi

3. Tujuan Pemasangan
 Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
 Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
 Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

4. Tempat pemasangan
a. Apikal
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula
 Dimasukkan secara antero lateral
 Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
 Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5. Jenis WSD
• Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
• Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.
• System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
 Identifikasi etiologi atau factor pencetus
 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
 Auskultasi bunyi napas
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
 Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
 Berikan oksigen melalui kanul/masker

2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
 Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
 Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
 Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
 Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
 Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
 Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
 Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
 Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
 Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
 Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
 Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
 Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .



DAFTAR PUSTAKA

1. Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
2. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
3. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
4. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
5. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
6. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
7. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
8. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

proposal penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Agar target nasional dan global yaitu : eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I. Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) adalah imunisasi. Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari Indonesia pada tahun 1974. (Sambutan Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) pada Acara Nasional Imunisasi Anak, tanggal 1 November 2007 di Taman Menteng, Jakarta Pusat).
“Imunisasi rutin adalah salah satu cara yang paling efektif dan relatif murah mencegah penyakit menular dan menyelamatkan hidup anak-anak” Anne Vincent, kepala program kelangsungan hidup dan perkembangan Anak UNICEF.
Lewat imunisasi, tubuh seseorang akan dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak alamiah dengan berbagai penyakit. Sekalipun imunisasi telah menyelamatkan dua juta anak pada 2003, data yang terbaru menyebutkan bahwa 1,4 juta anak meninggal karena mereka tidak divaksin. Hampir seperempat dari 130 juta bayi yang lahir tiap tahun tidak diimunisasi agar terhindar dari penyakit anak yang umum. Vaksin telah menyelamatkan jutaan jiwa anak-anak dalam tiga dekade terakhir, namun masih ada jutaan anak lainnya yang tidak terlindungi dengan imunisasi ("Progress for Children" Report no.3, September 2005).
Penelitian Dwi Lestari pada tahun 2007, menunjukkan bahwa tingkat ketepatan jadwal imunisasi dengan kategori baik, ditemukan sebagian besar pada ibu yang berpendidikan formal menengah, berumur antara 20-30 thn, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, dan pada umumnya memiliki 2 orang anak.
Rata-rata angka imunisasi di Indonesia hanya 72 persen. Artinya, angka di beberapa daerah sangat rendah. Menurut data dari dinas kesehatan Sul-sel pada tahun 2007 yaitu cakupan Imunisasi lengkap meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan Ibu ; 19% anak dari ibu tanpa pendidikan dibanding 73% anak dari ibu pendidikan menengah atau lebih. Adapun situasi cakupan imunisasi dasar (cakupan imunisasi campak) di Sul-sel : 89,63% pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 91,08%.
Meningkatnya jumlah masyarakat yang melakukan Imunisasi secara mandiri yaitu dengan tercapainya UCI tingkat kota Makassar. Adapun data cakupan UCI yang dilaporkan pada tahun 2007 sebesar 97%.
Untuk cakupan kelurahan UCI dari 143 kelurahan yang ada di wilayah Kota Makassar, 141 kelurahan diantaranya (99%) merupakan kelurahan yang melaksanakan UCI. Pada tahun 2007 cakupan UCI menjadi 97 % (139 kel. UCI). (profil kesehatan Makassar 2007).
Khusus Puskesmas Minasa Upa yang mempunyai wilayah kerja meliputi Kelurahan Gunung Sari dan Karunrung, dengan jumlah penduduk sebanyak : 21.750 jiwa, mempunyai 519 sasaran bayi sudah mencapai target UCI sejak tahun 2006 sebesar 91,5%, pada tahun 2007 sebesar 92,1% dan pada tahun 2008 sebesar 92,3%. Berdasarkan data yangbdiperoleh tentang kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Minasa Upa triwulan ke-3 ditemukan bahwa bayi yang mendapat imunisasi dasar tidak lengkap ;……(…%), imunisasi dasar lengkap :…(..%), bayi, imunisasi dasar lengkap tapi tidak tepat waktu :…(..%), dan imunisasi dasar lengkap dan tepat waktu:…(…%). Imunisasi dilaksanakan di Puskesmas & Posyandu, untuk di Puskesmas dilaksanakan 2 kali seminggu yaitu pada hari Selasa & Sabtu. Pada hari Selasa jumlah kunjungan sangat sedikit di banding pada hari Sabtu.
Data tersebut diatas menjadi alasan peneliti untuk mengangkat judul “Hubungan karakteristik ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar bayi di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa Kelurahan Gunung Sari Kota Makassar.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : perlu diketahui hubungan karakteritik ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar bayi diwilayah kerja Puskesmas Minasa Kelurahan Gunung Sari Upa Kota Makassar.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteritik ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar bayi diwilayah kerja Puskesmas Minasa Kelurahan Gunung Sari Upa Kota Makassar.
Tujuan Khusus :
1. Diketahui hubungan pendidikan ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
2. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
3. Diketahui hubungan pekerjaan dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
4. Diketahui hubungan jumlah anak dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
5. Diketahui hubungan sikap ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
6. Diketahui hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Minasa Upa
Sebagai bahan masukan dalam peningkatan mutu dalam peningkatan jumlah kunjungan imunisasi
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi masukan yang berarti dan bermanfaat.
3. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam peningkatan cakupan imunisasi
b. Merupakan pengalaman berharga dalam meningkatkan pengetahuan peneliti.