Senin, 02 November 2009

tugas KMB

GASTRITIS

A. PENGERTIAN
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau local. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atropik kronik(price,Sylvia Anderson 2005).
1. GASTRITIS SUPERFICIAL AKUT
Merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Gastritis (inflamasi mukosa akut) sering akibat diet yang sembrono, makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroognanisme penyebab penyakit. Penyebab lainnya mencakup alcohol, aspirin, kafein, refluks empedu, atau terapi radiasi. Infeksi H pillory lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan dareah epitel yang gundul
PATIFISIOLOGIS DAN MANESFESTASI KLINIK
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi superficial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung , yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mucus. Ulserasi superficial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasien dapat menimbulkan ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual, dan anoreksia sering disertai dengan muntah dan cegukan. Beberapa pasien asimtomatik.
Gastritis superficial akut biasanya mereda bila agen penyebabnya dihilangkan. Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya pasien sembuh kira-kira sehari, meskipun nafsu makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian. Obat anti muntah dapat membantu menghilangkan mual dan muntah. Bila pasien tetap muntah, mungkin perlu koreksi keseimbangan cairan dan elektrolitdengan memberikan intravena
2. GASTRITIS ATROFIK KRONIS
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief sell, dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan rata
PATOFISIOLOGI DAN MANESFESTASI KLINIK
Gastritis kronik dapat digolongan menjadi dua kategori : gastritis tipe A(atropik atau fundal) dan gastritis tipe B(antral)
Gastritis tipe A merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung dan factor intrisik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief sell, yang menurunkan skresi asam dan menyebabkan meningkatkan gastrin.
Gastritis kronis tipe B umumnya mengena bagian antrum lambung . penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah H pillory. Factor etiologi lainnya adalah asupan alcoholyang berlebihan, merokok,dan refluks empedu kronik .
Gastritis atropik kronik dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Insiden kanker persiosa (10-15 %). Gejala gastritis umunya bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh, anoreksia, dan distress epigastrik yang tidak jelas .
Manesfestasi klinik pasien dengangastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia,nyeri uluh hati setelah makan, kembung, rasa asam,dimulut, atau mual dan muntah.
pada gastritis tipe A dihubungkan dengan aklorhidria dan hipoklorhidria sedangkan gastritis tipe B dihubungkan dengan hiperklorhidria.
Diagnostic : dapat ditentukan dengan endoskopi, pemeriksaan X-ray gastro intestinal, tes serologis untuk antibody terhadap antigen H.pilory.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menggumpulkan riwayat penyakit, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada pasien :
1. Apakah pasien mengalami nyeri uluh hati, tidak dapat makan, mual atau muntah ?
2. Apakag gejala yang terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan, setelah mencernah makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu atau alcohol ?
3. Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress,alergi, makanan atau miniman terlalu banyak atau makan terlalu cepat ?
4. Bagaimana gejala hilanhnya ?
5. Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya ?
6. Riwayat diet ?
7. Makanan yang dimakan
8. Tanyakan apakah orang lain pada lingkungan pasien mempunyai gejala yang sama
9. Apakah pasien memuntahkan darah dan apakah elemen penyebab yang diketahui
10. Pemeriksaan fisik meliputi : nyeri tekan abdolmen, dehidrasi (perubahan turgor kulit,membrane mukosa kering).
2. DIAGNOSIS
Berdasarkan data data pengkajian dignosa keperawatan yang mungkin timbul mencakup :
a. Perubahan nutrisi , kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan masukan nutrient yang tidak adekuat
b. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi
c. Ansietas berhubungan dengan pengobatan
d. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dan proses penyakit
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah.
3. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama menghindari makanan pengiritasi dan menjamin masukan nutrient adekuat, menggurangi ansietas, mempertahankan keseimbangan cairan, meningkatkan kesadaran tentang penatalaksanaan diet, dan menghilangkan nyeri

Intervensi Keperawatan
Meningkatkan Nutrisi, dukungan fisik dan emosi diberikan dan pasien dibantu untuk menghadapi gejala, mencakup mual, muntah, sakit uluhati,dan kelelahan. Makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama beberapa jam sampai gejala akut berkurang. Bila Terapi intravena diperlukan, pemberiaannya dipantau dengan teratur. Bila gejala berkurang makanan diberikan sesegera mungkin.
Masukan minuman mengandung kafein dihindari karena kafein adalah stimulant saraf pusat yang meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin.
Menghilangkan nyeri. Pasien diinstruksikan untuk menghindari makanan dan minuman yang mengiritasi mukosa lambung. Perawat mengkaji tingkat nyeri dan kenyaman pasien setelah menggunakan obat-obatan.
Menggurangi ansietas. Perawat menggunakan pendekatan untuk mengkaji pasien dan menjawab pertanyaan selengkap mungkin . semua prosedur dan pengobatan dijelaskan sesuai dengan ,minat dan tingkat pemahaman pasien.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah. Pengetahuan pasien tentang gastritis dievaluasi, sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual
Meningkatkan keseinbangan cairan. Masukan dan haluaran cairan setiap hari dipantau untuk mendeteksi tanda –tanda awal dehidrasi.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a) Menghindari makanan pengiritasi atau munuman yang mengandung kafein atau alcohol
b) Menunjukkan berkurangnya ansietas
c) Melaporkan nyeri berkurang
d) Mematuhi program pengobatan
e) Mempertahankan keseimbangan cairan





















Daftar pustaka

Price Silvia A,Wilson L.2005 .PATOFISIOLOGI:Konsep klinis proses-proses penyakit. EGC, Jakarta.

Brunner ,Suddarth.2004 ,Buku ajar keperawatan Medikal-Bedah. EGC, Jakarta


















TUGAS KMB
Gastritis




OLEH :
Sepris andareas AB
Hasmiati
Radyallah
Wanda
Gerson paduay
Marlina Ahmad

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009

EFUSI PLEURA

EFUSI PLEURA
A. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negative intrapleural
 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
 Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan ant
ara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. Penatalaksanaan medis
 Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
 Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

G. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.

2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi

3. Tujuan Pemasangan
 Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
 Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
 Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

4. Tempat pemasangan
a. Apikal
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula
 Dimasukkan secara antero lateral
 Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
 Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5. Jenis WSD
• Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
• Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.
• System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
 Identifikasi etiologi atau factor pencetus
 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
 Auskultasi bunyi napas
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
 Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
 Berikan oksigen melalui kanul/masker

2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
 Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
 Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
 Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
 Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
 Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
 Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
 Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
 Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
 Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
 Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
 Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
 Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .



DAFTAR PUSTAKA

1. Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
2. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
3. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
4. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
5. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
6. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
7. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
8. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

proposal penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Agar target nasional dan global yaitu : eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I. Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) adalah imunisasi. Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari Indonesia pada tahun 1974. (Sambutan Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) pada Acara Nasional Imunisasi Anak, tanggal 1 November 2007 di Taman Menteng, Jakarta Pusat).
“Imunisasi rutin adalah salah satu cara yang paling efektif dan relatif murah mencegah penyakit menular dan menyelamatkan hidup anak-anak” Anne Vincent, kepala program kelangsungan hidup dan perkembangan Anak UNICEF.
Lewat imunisasi, tubuh seseorang akan dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak alamiah dengan berbagai penyakit. Sekalipun imunisasi telah menyelamatkan dua juta anak pada 2003, data yang terbaru menyebutkan bahwa 1,4 juta anak meninggal karena mereka tidak divaksin. Hampir seperempat dari 130 juta bayi yang lahir tiap tahun tidak diimunisasi agar terhindar dari penyakit anak yang umum. Vaksin telah menyelamatkan jutaan jiwa anak-anak dalam tiga dekade terakhir, namun masih ada jutaan anak lainnya yang tidak terlindungi dengan imunisasi ("Progress for Children" Report no.3, September 2005).
Penelitian Dwi Lestari pada tahun 2007, menunjukkan bahwa tingkat ketepatan jadwal imunisasi dengan kategori baik, ditemukan sebagian besar pada ibu yang berpendidikan formal menengah, berumur antara 20-30 thn, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, dan pada umumnya memiliki 2 orang anak.
Rata-rata angka imunisasi di Indonesia hanya 72 persen. Artinya, angka di beberapa daerah sangat rendah. Menurut data dari dinas kesehatan Sul-sel pada tahun 2007 yaitu cakupan Imunisasi lengkap meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan Ibu ; 19% anak dari ibu tanpa pendidikan dibanding 73% anak dari ibu pendidikan menengah atau lebih. Adapun situasi cakupan imunisasi dasar (cakupan imunisasi campak) di Sul-sel : 89,63% pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 91,08%.
Meningkatnya jumlah masyarakat yang melakukan Imunisasi secara mandiri yaitu dengan tercapainya UCI tingkat kota Makassar. Adapun data cakupan UCI yang dilaporkan pada tahun 2007 sebesar 97%.
Untuk cakupan kelurahan UCI dari 143 kelurahan yang ada di wilayah Kota Makassar, 141 kelurahan diantaranya (99%) merupakan kelurahan yang melaksanakan UCI. Pada tahun 2007 cakupan UCI menjadi 97 % (139 kel. UCI). (profil kesehatan Makassar 2007).
Khusus Puskesmas Minasa Upa yang mempunyai wilayah kerja meliputi Kelurahan Gunung Sari dan Karunrung, dengan jumlah penduduk sebanyak : 21.750 jiwa, mempunyai 519 sasaran bayi sudah mencapai target UCI sejak tahun 2006 sebesar 91,5%, pada tahun 2007 sebesar 92,1% dan pada tahun 2008 sebesar 92,3%. Berdasarkan data yangbdiperoleh tentang kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Minasa Upa triwulan ke-3 ditemukan bahwa bayi yang mendapat imunisasi dasar tidak lengkap ;……(…%), imunisasi dasar lengkap :…(..%), bayi, imunisasi dasar lengkap tapi tidak tepat waktu :…(..%), dan imunisasi dasar lengkap dan tepat waktu:…(…%). Imunisasi dilaksanakan di Puskesmas & Posyandu, untuk di Puskesmas dilaksanakan 2 kali seminggu yaitu pada hari Selasa & Sabtu. Pada hari Selasa jumlah kunjungan sangat sedikit di banding pada hari Sabtu.
Data tersebut diatas menjadi alasan peneliti untuk mengangkat judul “Hubungan karakteristik ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar bayi di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa Kelurahan Gunung Sari Kota Makassar.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : perlu diketahui hubungan karakteritik ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar bayi diwilayah kerja Puskesmas Minasa Kelurahan Gunung Sari Upa Kota Makassar.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteritik ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar bayi diwilayah kerja Puskesmas Minasa Kelurahan Gunung Sari Upa Kota Makassar.
Tujuan Khusus :
1. Diketahui hubungan pendidikan ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
2. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
3. Diketahui hubungan pekerjaan dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
4. Diketahui hubungan jumlah anak dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
5. Diketahui hubungan sikap ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
6. Diketahui hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan dan ketepatan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Minasa Upa
Sebagai bahan masukan dalam peningkatan mutu dalam peningkatan jumlah kunjungan imunisasi
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi masukan yang berarti dan bermanfaat.
3. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam peningkatan cakupan imunisasi
b. Merupakan pengalaman berharga dalam meningkatkan pengetahuan peneliti.

Sabtu, 23 Mei 2009

Dokter dan Perawat ?

Perawat adalah sebuah profesi, dimana sebuah pekerjaan akan disebut profesi maka mempunyai syarat, beberapa diantaranya: kode etik, mempunyai organisasi profesi, mempunyai body of knowledge, diperoleh melalui pendidikan formal. Begitu juga perawat, mempunyai kode etik keperawatan, mempunyai organisasi profesi (di Indonesia PPNI), diperoleh melalui pendidikan formal, mempunyai body of knowledge, dan lain-lain. Jenjang pendidikannya mulai dari SPK (sekarang sudah dihapus), D3, D4, S1 Keperawatan, S2 Keperawatan dan Spesialis (Keperawatan Komunitas; Keperawatan Jiwa; Keperawatan Maternitas; Keperawatan Medikal Bedah; Keperawatan Keluarga; Keperawatan Gerontik; Keperawatan Gawat Darurat; Keperawatan Anak), dan S3. Untuk di Indonesia baru ada sampai jenjang S2 dan Spesialis (Keperawatan Komunitas; Keperawatan Jiwa; Keperawatan Maternitas; Keperawatan Medikal Bedah; Keperawatan Gawat Darurat; Keperawatan Anak).

Perawat dapat berperan sebagai pendidik, peneliti, advokat, pelaksana. Pendidik disini dapat sebagai dosen maupun ketika perawat memberikan penddikan kesehatan kepada klien. Peneliti yaitu mengadakan penelitian untuk mengembangkan ilmu dan praktik keperawatan. Advokat yaitu ketika membantu klien untuk mendapatkan hak-hak klien (seperti mendapat info tentang ASKESKIN; obat yang sesuai jangkauan ekonomi klien; pengobatan atau perawatan atau terapi yang sesuai). Pelaksana yaitu perawat yang bekerja memberikan asuhan keperawatan misalnya di tempat peayanan kesehatan seperti rumah sakit, dll.

Seorang perawat adalah profesi yang diharapkan selalu care (peduli) terhadap klien (pasien yang tidak hanya sebagai objek, tapi juga subjek yang ikut menentukan keputusan akan pengobatan/terapi/perawatan terhadap dirinya dan terlibat secara aktif). Seorang perawat memandang seseorang klien secara holistik/menyeluruh. Perawat tidak memandang klien hanya sebagai individu yang sedang sakit secara fisik/bio, tetapi juga memperhatikan kondisi mental/psikis/kejiwaan, sosial, spiritual, dan cultural. Oleh karena itu, untuk memberikan asuhan keperawatan, seorang perawat harus mengkaji aspek yang holistik tersebut (bio, psiko, sosio, spiritual, dan cultural). Dan asuhan yang dilakukan perawat adalah memberikan perawatan, sedangkan dokter adalah mengobati.

Salah satu contohnya adalah misalnya klien mengalami batuk. Maka sesuai profesinya, yang dilakukan dokter ke klien ini adalah memberikan obat batuk (misalnya dextral). Sedangkan yang dilakukan perawat atau asuhan keperawatannya adalah mengatasi masalah keperawatan apa yang timbul akibat batuk yang dialami klien tersebut dengan cara melakukan pengkajian terlebih dahulu, seperti: kapan mulai batuk, terus-menerus atau waktu-waktu tertentu, berdahak atau tidak, jika berdahak perlu dikaji apakah klien bisa mengeluarkan dahaknya, seperti apa dahaknya (jumlah, warna, konsistensi), apakah pernapasan klien terganggu, bagaimana pola napasnya, apakah aktivitas klien terganggu, jika ya maka perlu dikaji aktivitas seperti apa yang terganggu.

Jika klien batuk dan dahaknya sulit keluar, maka perawat mengajarkan cara bagaimana batuk yang efektif untuk mengeluarkan dahaknya atau dengan memberikan fisioterapi dada maupun suction jika masih banyak dahak yang menumpuk di saluran pernapasan atau paru-paru. Jika klien sulit bernapas, perawat menganjurkan klien untuk tidur dengan posisi tubuh bagian kepala-dada lebih tinggi daripada panggul-kaki (posisi semi fowler). Selain itu, perawat juga mengkaji perasaan klien. Jika klien mengalami kecemasan/ansietas, maka hal ini juga perlu diatasi perawat.

Contoh lainnya yaitu misalnya klien mengalami mual dan muntah. Dokter akan memberikan obat anti emetik untuk mengatasi masalah ini. Sedangkan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat adalah mengatasi akibat dari mual muntah ini, seperti: memenuhi kebutuhan nutrisi untuk mengantikan nutrisi yang keluar saat muntah dan mencegah kurangnya nutrisi pada klien; memehuhi kebutuhan cairan (air, elektrolit) untuk menggantikan cairan yang keluar tubuh dan mencegah terjadinya dehidrasi. Perawat juga perlu mengkaji perasaan klien dan mengatasi jika ada masalah dengan psikologisnnya.

Untuk kedepannya, keperawatan tidak hanya berfokus pada pelayanan kesehatan (di rumah sakit, poliklinik, Puskesmas, dan penyedia pelayanan kesehatan lain) namun keperawatan yang berbasis komunitas (baik komunitas secara keseluruhan di suatu wilayah tertentu, agregat/kelompok usia tertentu, keluarga, maupun gerontik/lansia). Dengan sistem yang seperti ini (berbasis komunitas), perawat tidak hanya duduk di tempat pelayanan kesehatan menunggu datangnya klien atau merawat klien yang sudah ada di tempat pelayanan kesehatan, tetapi juga melakukan pengkajian ke masyarakat/komunitas (ke komunitas itu sendiri, agregat, keluarga, gerontik) untuk mengetahui masalah kesehatan yang sedang dialami, faktor risiko dan penyakit yang akan muncul akibat risiko tersebut, serta pendidikan kesehatan (seperti penyuluhan tentang DBD, Flu Burung, Hipertensi/darah tinggi, penyakit Gula/Diabetes Mellitus, dan lain-lain).

Pada sistem perawatan berbasis komunitas, perawat bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti: tim kesehatan lain, kader kesehatan wilayah setempat (wilayah yang dikaji), pemerintahan setempat, SDM yang ada diwilayah setempat untuk diberdayakan kemampuannya (empowerment), dinas Kesehatan setempat, dinas Kebersihan dan Tata kota, dan lain-lain. Hal ini akan bermanfaat untuk pendeteksian jumlah penderita penyakit tertentu yang tidak memeriksakan kesehatannya ke pelayanan kesehatan, pendeteksian faktor risiko dan penyakit yang akan ditimbulkan, serta yang paling penting adalah menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di Indonesia karena disini upaya promotif maupun preventif/pencegahan terhadap masalah kesehatan lebih optimal secara kuantitas dan waktu (karena lebih awal) daripada di sektor lain (klinik/penyedia pelayanan kesehatan). Harapannya, sistem berbasis komunitas ini mendapat persetujuan, dukungan serta kerjasama dari berbagai pihak dan dapat terlaksana di seluruh wilayah yang ada di Indonesia.

Dikutip dari : http://muslimahunited.multiply.com

sekilas tentang imunisasi

. Pengertian

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.

2. Macam Kekebalan

Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :

2.1 Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance)

Yang dimaksud dengan faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.

2.2 Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)

Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :

2.2.1 Genetik

Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.

2.2.2 Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)

Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.

Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekebalan

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma.

3.1 Umur

Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.

3.2 Seks

Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.

3.3 Kehamilan

Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.

3.4 Gizi

Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.

3.5 Trauma

Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.

Kekebalan Masyarakat (Heard Immunity)

Kekebalan yang terjadi pada tingkat komunitas disebut heard immunity. Apabila heard immunity di masyarakat rendah, masyarakat tersebut akan mudah terjadi wabah. Sebaliknya apabila heard immunity tinggi maka wabah jarang terjadi pada masyarakat tersebut.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah jarak waktu dari mulai terjadinya infeksi didalam diri orang sampai dengan munculnya gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit pada orang tersebut. Tiap-tiap penyakit infeksi mempunyai masa inkubasi berbeda-beda, mulai dari beberapa jam sampai beberapa tahun.

4. Jenis-Jenis Imunisasi

Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :

4.1 Imunisasi Pasif (Pasive Immunization)

Imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin. Jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).

4.2 Imunisasi Aktif (Active Immunization)

Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
a. BCG untuk mencegah penyakit TBC
b. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
c. Polio untuk mencegah penyakit poliomielitis.
d. Campak untuk mencegah penyakit campak (measles).

Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan.

5. Tujuan Program Imunisasi

5.1 Tujuan

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosa.

5.2 Sasaran

Sasaran imunisasi adalah :
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)

5.3 Pokok-Pokok Kegiatan

a. Pencegahan terhadap bayi (imunisasi lengkap)
- Imunisasi BCG 1 kali
- Imunisasi DPT 3 kali
- Imunisasi polio 3 kali
- Imunisasi campak 1 kali
b. Pencegahan terhadap anak sekolah dasar
- Imunisasi DT
- Imunisasi TT
c. Pencegahan lengkap terhadap ibu hamil dan PUS / calon mempelai wanita
- Imunisasi TT 2 kali

5.4 Jadwal Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi pada bayi, ibu hamil, anak kelas I dan kelas VI sekolah dasar dan calon pengantin mengikuti ketentuan jadwal sebagai berikut :
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis Vaksin Jumlah Selang Waktu Sasaran
Vaksinasi Pemberian
-------------------------------------------------------------------------------------------------
1. BCG 1 kali - Bayi 0-11 bulan
2. DPT 3 kali 4 minggu Bayi 2-11 bulan
(DPT 1,2,3)
3. Polio 3 kali 4 minggu Bayi 2-11 bulan
(Polio 1,2,3)
4. Campak 1 kali - Anak 9-11 bulan
5. TT.IH - 1 kali - - Bila ibu hamil pernah menerima TT
(booster) 2x pada waktu calon pengantin
atau pada kehamilan sebelumnya.
- 2 kali 4 minggu - Bila ibu hamil belum pernah
divaksinasi TT. Bila pada waktu
kontak berikutnya (saat pemberian
TT2 tetap diberikan dengan
maksud untuk memberikan
perlindungan pada kehamilan
berikutnya.
6. DT 2 kali 4 minggu Anak kelas I SD wanita
7. TT 2 kali 4 minggu Anak kelas VI SD wanita
8. TT calon 2 kali 4 minggu Calon pengantin sebelum akad
pengantin (TT 1,2) nikah (waktu melapor / waktu
wanita menerima nasehat perkawinan).
-------------------------------------------------------------------------------------------------

5.5 Petunjuk Pemberian Vaksinasi Difteri dan Tetanus pada Anak SD

5.5.1 Anak Kelas I SD

a. Yang pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberi DT 1 kali suntikan
dengan dosis 0,5 cc IM/SC dalam.
b. Yang belum pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberikan vaksinasi
DT sebanyak 2 kali suntikan @ 0,5 cc dengan interval minimal 4 minggu.
c. Apabila meragukan apakah waktu bayi memperoleh DPT atau tidak maka diberi 2
kali suntikan seperti pada butir b.

5.5.2 Anak Kelas VI SD

a. Yang pernah mendapat vaksinasi DPT/DT, diberikan vaksinasi TT 1 kali suntikan
0,5 cc IM/SC dalam.
b. Yang belum pernah mendapat vaksinasi DPT/DT, diberikan vaksinasi TT 2 kali
suntikan @ 0,5 cc dengan interval 4 minggu.
c. Apabila meragukan apakah anak sudah memperoleh vaksinasi DPT/DT atau tidak
maka diberi 2 kali seperti pada butir b.

6. Pemantauan

Pemantauan harus dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas vaksinasi. Tujuan pemantauan untuk mengetahui :
a. Sampai dimana keberhasilan kerja kita
b. Mengetahui permasalahan yang ada
c. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
d. Bantuan yang diharapkan oleh petugas di tingkat bawah.

Hal-hal yang perlu dipantau (dimonitor) :
a. Coverage dan drop out
b. Pengelolaan vaksin dan colk chain
c. Pengamatan vaksin yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Dilihat dari waktu maka pemantauan dapat dilakukan dalam :

6.1 Pemantauan Ringan

Pemantauan ringan memantau hal-hal sebagai berikut :
- Apakah pelaksanaan memantau sesuai jadwaal
- Apakah vaksin cukup
- Pengecekan lemari es setiap hari dan diccatat temperaturnya
- Melihat apakah suhu lemari es normal
- Hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaaran yang telah ditentukan
- Peralatan yang cukup untuk penyuntikan yyang aman dan steril
- Adakah diantara 6 penyakit yang dapat diicegah dengan imunisasi dijumpai dalam
seminggu.

6.2 Pemantauan Bulanan

- Jumlah bayi yang seharusnya diimunisasi setiap bulan :
Target bayi 1 tahun
Target 1 bulan = ----------------------
12
- Persentase bayi yang mendapat imunisasi setiap bulan, minimal DPT I
Jumlah yang menerima DPT I
---------------------------------- x 100% = Bayi yang telah diimunisasi
Target per bulan
- Dihitung persentase bayi yang telah menddapat imunisasi lengkap (BCG 1x, DPT
3x, polio 3x, campak 1x).
- Keadaan stok vaksin bulan lalu, apa sesuuai dengan kebutuhan.
- Adakah anak di wilayah kerja yang menderrita penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.

Cara menghitung target per bulan dari penduduk, misal jumlah kelahiran per tahun 3,1% dari jumlah penduduk.
3,1
Jumlah penduduk ----- = Target bayi per tahun
100

Target bayi per tahun
Untuk target per bulan = ------------------------
12

Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain :
- Cakupan dari bulan ke bulan dibandingkann dengan garis target, dapat
digambarkan masing-masing bulan atau dengan cara kumulatif.
- Hasil cakupan per triwulan untuk masing--masing desa.

Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat hal-hal sebagai berikut :
- Bila garis pencapaian dalam a tahun terllihat antara 75-100 % dari target, berarti
program sangat berhasil.
- Bila garis pencapaian dalam a tahun terllihat antara 50-75% dari target, berarti
program cukup berhasil.
- Bila garis pencapaian dalam a tahun terllihat dibawah 50% dari target, berarti
program belum berhasil.

Bila garis pencapaian dalam setahun terlihat dibawah 25% dari target, berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan propinsi maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan atau Dati II. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu memperhitungkan pula / memonitoring efisiensi pemakaian vaksin.

Update : 19 Juli 2006

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.