Sabtu, 23 Mei 2009

Dokter dan Perawat ?

Perawat adalah sebuah profesi, dimana sebuah pekerjaan akan disebut profesi maka mempunyai syarat, beberapa diantaranya: kode etik, mempunyai organisasi profesi, mempunyai body of knowledge, diperoleh melalui pendidikan formal. Begitu juga perawat, mempunyai kode etik keperawatan, mempunyai organisasi profesi (di Indonesia PPNI), diperoleh melalui pendidikan formal, mempunyai body of knowledge, dan lain-lain. Jenjang pendidikannya mulai dari SPK (sekarang sudah dihapus), D3, D4, S1 Keperawatan, S2 Keperawatan dan Spesialis (Keperawatan Komunitas; Keperawatan Jiwa; Keperawatan Maternitas; Keperawatan Medikal Bedah; Keperawatan Keluarga; Keperawatan Gerontik; Keperawatan Gawat Darurat; Keperawatan Anak), dan S3. Untuk di Indonesia baru ada sampai jenjang S2 dan Spesialis (Keperawatan Komunitas; Keperawatan Jiwa; Keperawatan Maternitas; Keperawatan Medikal Bedah; Keperawatan Gawat Darurat; Keperawatan Anak).

Perawat dapat berperan sebagai pendidik, peneliti, advokat, pelaksana. Pendidik disini dapat sebagai dosen maupun ketika perawat memberikan penddikan kesehatan kepada klien. Peneliti yaitu mengadakan penelitian untuk mengembangkan ilmu dan praktik keperawatan. Advokat yaitu ketika membantu klien untuk mendapatkan hak-hak klien (seperti mendapat info tentang ASKESKIN; obat yang sesuai jangkauan ekonomi klien; pengobatan atau perawatan atau terapi yang sesuai). Pelaksana yaitu perawat yang bekerja memberikan asuhan keperawatan misalnya di tempat peayanan kesehatan seperti rumah sakit, dll.

Seorang perawat adalah profesi yang diharapkan selalu care (peduli) terhadap klien (pasien yang tidak hanya sebagai objek, tapi juga subjek yang ikut menentukan keputusan akan pengobatan/terapi/perawatan terhadap dirinya dan terlibat secara aktif). Seorang perawat memandang seseorang klien secara holistik/menyeluruh. Perawat tidak memandang klien hanya sebagai individu yang sedang sakit secara fisik/bio, tetapi juga memperhatikan kondisi mental/psikis/kejiwaan, sosial, spiritual, dan cultural. Oleh karena itu, untuk memberikan asuhan keperawatan, seorang perawat harus mengkaji aspek yang holistik tersebut (bio, psiko, sosio, spiritual, dan cultural). Dan asuhan yang dilakukan perawat adalah memberikan perawatan, sedangkan dokter adalah mengobati.

Salah satu contohnya adalah misalnya klien mengalami batuk. Maka sesuai profesinya, yang dilakukan dokter ke klien ini adalah memberikan obat batuk (misalnya dextral). Sedangkan yang dilakukan perawat atau asuhan keperawatannya adalah mengatasi masalah keperawatan apa yang timbul akibat batuk yang dialami klien tersebut dengan cara melakukan pengkajian terlebih dahulu, seperti: kapan mulai batuk, terus-menerus atau waktu-waktu tertentu, berdahak atau tidak, jika berdahak perlu dikaji apakah klien bisa mengeluarkan dahaknya, seperti apa dahaknya (jumlah, warna, konsistensi), apakah pernapasan klien terganggu, bagaimana pola napasnya, apakah aktivitas klien terganggu, jika ya maka perlu dikaji aktivitas seperti apa yang terganggu.

Jika klien batuk dan dahaknya sulit keluar, maka perawat mengajarkan cara bagaimana batuk yang efektif untuk mengeluarkan dahaknya atau dengan memberikan fisioterapi dada maupun suction jika masih banyak dahak yang menumpuk di saluran pernapasan atau paru-paru. Jika klien sulit bernapas, perawat menganjurkan klien untuk tidur dengan posisi tubuh bagian kepala-dada lebih tinggi daripada panggul-kaki (posisi semi fowler). Selain itu, perawat juga mengkaji perasaan klien. Jika klien mengalami kecemasan/ansietas, maka hal ini juga perlu diatasi perawat.

Contoh lainnya yaitu misalnya klien mengalami mual dan muntah. Dokter akan memberikan obat anti emetik untuk mengatasi masalah ini. Sedangkan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat adalah mengatasi akibat dari mual muntah ini, seperti: memenuhi kebutuhan nutrisi untuk mengantikan nutrisi yang keluar saat muntah dan mencegah kurangnya nutrisi pada klien; memehuhi kebutuhan cairan (air, elektrolit) untuk menggantikan cairan yang keluar tubuh dan mencegah terjadinya dehidrasi. Perawat juga perlu mengkaji perasaan klien dan mengatasi jika ada masalah dengan psikologisnnya.

Untuk kedepannya, keperawatan tidak hanya berfokus pada pelayanan kesehatan (di rumah sakit, poliklinik, Puskesmas, dan penyedia pelayanan kesehatan lain) namun keperawatan yang berbasis komunitas (baik komunitas secara keseluruhan di suatu wilayah tertentu, agregat/kelompok usia tertentu, keluarga, maupun gerontik/lansia). Dengan sistem yang seperti ini (berbasis komunitas), perawat tidak hanya duduk di tempat pelayanan kesehatan menunggu datangnya klien atau merawat klien yang sudah ada di tempat pelayanan kesehatan, tetapi juga melakukan pengkajian ke masyarakat/komunitas (ke komunitas itu sendiri, agregat, keluarga, gerontik) untuk mengetahui masalah kesehatan yang sedang dialami, faktor risiko dan penyakit yang akan muncul akibat risiko tersebut, serta pendidikan kesehatan (seperti penyuluhan tentang DBD, Flu Burung, Hipertensi/darah tinggi, penyakit Gula/Diabetes Mellitus, dan lain-lain).

Pada sistem perawatan berbasis komunitas, perawat bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti: tim kesehatan lain, kader kesehatan wilayah setempat (wilayah yang dikaji), pemerintahan setempat, SDM yang ada diwilayah setempat untuk diberdayakan kemampuannya (empowerment), dinas Kesehatan setempat, dinas Kebersihan dan Tata kota, dan lain-lain. Hal ini akan bermanfaat untuk pendeteksian jumlah penderita penyakit tertentu yang tidak memeriksakan kesehatannya ke pelayanan kesehatan, pendeteksian faktor risiko dan penyakit yang akan ditimbulkan, serta yang paling penting adalah menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di Indonesia karena disini upaya promotif maupun preventif/pencegahan terhadap masalah kesehatan lebih optimal secara kuantitas dan waktu (karena lebih awal) daripada di sektor lain (klinik/penyedia pelayanan kesehatan). Harapannya, sistem berbasis komunitas ini mendapat persetujuan, dukungan serta kerjasama dari berbagai pihak dan dapat terlaksana di seluruh wilayah yang ada di Indonesia.

Dikutip dari : http://muslimahunited.multiply.com

sekilas tentang imunisasi

. Pengertian

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.

2. Macam Kekebalan

Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :

2.1 Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance)

Yang dimaksud dengan faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.

2.2 Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)

Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :

2.2.1 Genetik

Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.

2.2.2 Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)

Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.

Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekebalan

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma.

3.1 Umur

Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.

3.2 Seks

Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.

3.3 Kehamilan

Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.

3.4 Gizi

Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.

3.5 Trauma

Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.

Kekebalan Masyarakat (Heard Immunity)

Kekebalan yang terjadi pada tingkat komunitas disebut heard immunity. Apabila heard immunity di masyarakat rendah, masyarakat tersebut akan mudah terjadi wabah. Sebaliknya apabila heard immunity tinggi maka wabah jarang terjadi pada masyarakat tersebut.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah jarak waktu dari mulai terjadinya infeksi didalam diri orang sampai dengan munculnya gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit pada orang tersebut. Tiap-tiap penyakit infeksi mempunyai masa inkubasi berbeda-beda, mulai dari beberapa jam sampai beberapa tahun.

4. Jenis-Jenis Imunisasi

Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :

4.1 Imunisasi Pasif (Pasive Immunization)

Imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin. Jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).

4.2 Imunisasi Aktif (Active Immunization)

Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
a. BCG untuk mencegah penyakit TBC
b. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
c. Polio untuk mencegah penyakit poliomielitis.
d. Campak untuk mencegah penyakit campak (measles).

Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan.

5. Tujuan Program Imunisasi

5.1 Tujuan

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosa.

5.2 Sasaran

Sasaran imunisasi adalah :
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)

5.3 Pokok-Pokok Kegiatan

a. Pencegahan terhadap bayi (imunisasi lengkap)
- Imunisasi BCG 1 kali
- Imunisasi DPT 3 kali
- Imunisasi polio 3 kali
- Imunisasi campak 1 kali
b. Pencegahan terhadap anak sekolah dasar
- Imunisasi DT
- Imunisasi TT
c. Pencegahan lengkap terhadap ibu hamil dan PUS / calon mempelai wanita
- Imunisasi TT 2 kali

5.4 Jadwal Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi pada bayi, ibu hamil, anak kelas I dan kelas VI sekolah dasar dan calon pengantin mengikuti ketentuan jadwal sebagai berikut :
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis Vaksin Jumlah Selang Waktu Sasaran
Vaksinasi Pemberian
-------------------------------------------------------------------------------------------------
1. BCG 1 kali - Bayi 0-11 bulan
2. DPT 3 kali 4 minggu Bayi 2-11 bulan
(DPT 1,2,3)
3. Polio 3 kali 4 minggu Bayi 2-11 bulan
(Polio 1,2,3)
4. Campak 1 kali - Anak 9-11 bulan
5. TT.IH - 1 kali - - Bila ibu hamil pernah menerima TT
(booster) 2x pada waktu calon pengantin
atau pada kehamilan sebelumnya.
- 2 kali 4 minggu - Bila ibu hamil belum pernah
divaksinasi TT. Bila pada waktu
kontak berikutnya (saat pemberian
TT2 tetap diberikan dengan
maksud untuk memberikan
perlindungan pada kehamilan
berikutnya.
6. DT 2 kali 4 minggu Anak kelas I SD wanita
7. TT 2 kali 4 minggu Anak kelas VI SD wanita
8. TT calon 2 kali 4 minggu Calon pengantin sebelum akad
pengantin (TT 1,2) nikah (waktu melapor / waktu
wanita menerima nasehat perkawinan).
-------------------------------------------------------------------------------------------------

5.5 Petunjuk Pemberian Vaksinasi Difteri dan Tetanus pada Anak SD

5.5.1 Anak Kelas I SD

a. Yang pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberi DT 1 kali suntikan
dengan dosis 0,5 cc IM/SC dalam.
b. Yang belum pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberikan vaksinasi
DT sebanyak 2 kali suntikan @ 0,5 cc dengan interval minimal 4 minggu.
c. Apabila meragukan apakah waktu bayi memperoleh DPT atau tidak maka diberi 2
kali suntikan seperti pada butir b.

5.5.2 Anak Kelas VI SD

a. Yang pernah mendapat vaksinasi DPT/DT, diberikan vaksinasi TT 1 kali suntikan
0,5 cc IM/SC dalam.
b. Yang belum pernah mendapat vaksinasi DPT/DT, diberikan vaksinasi TT 2 kali
suntikan @ 0,5 cc dengan interval 4 minggu.
c. Apabila meragukan apakah anak sudah memperoleh vaksinasi DPT/DT atau tidak
maka diberi 2 kali seperti pada butir b.

6. Pemantauan

Pemantauan harus dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas vaksinasi. Tujuan pemantauan untuk mengetahui :
a. Sampai dimana keberhasilan kerja kita
b. Mengetahui permasalahan yang ada
c. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
d. Bantuan yang diharapkan oleh petugas di tingkat bawah.

Hal-hal yang perlu dipantau (dimonitor) :
a. Coverage dan drop out
b. Pengelolaan vaksin dan colk chain
c. Pengamatan vaksin yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Dilihat dari waktu maka pemantauan dapat dilakukan dalam :

6.1 Pemantauan Ringan

Pemantauan ringan memantau hal-hal sebagai berikut :
- Apakah pelaksanaan memantau sesuai jadwaal
- Apakah vaksin cukup
- Pengecekan lemari es setiap hari dan diccatat temperaturnya
- Melihat apakah suhu lemari es normal
- Hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaaran yang telah ditentukan
- Peralatan yang cukup untuk penyuntikan yyang aman dan steril
- Adakah diantara 6 penyakit yang dapat diicegah dengan imunisasi dijumpai dalam
seminggu.

6.2 Pemantauan Bulanan

- Jumlah bayi yang seharusnya diimunisasi setiap bulan :
Target bayi 1 tahun
Target 1 bulan = ----------------------
12
- Persentase bayi yang mendapat imunisasi setiap bulan, minimal DPT I
Jumlah yang menerima DPT I
---------------------------------- x 100% = Bayi yang telah diimunisasi
Target per bulan
- Dihitung persentase bayi yang telah menddapat imunisasi lengkap (BCG 1x, DPT
3x, polio 3x, campak 1x).
- Keadaan stok vaksin bulan lalu, apa sesuuai dengan kebutuhan.
- Adakah anak di wilayah kerja yang menderrita penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.

Cara menghitung target per bulan dari penduduk, misal jumlah kelahiran per tahun 3,1% dari jumlah penduduk.
3,1
Jumlah penduduk ----- = Target bayi per tahun
100

Target bayi per tahun
Untuk target per bulan = ------------------------
12

Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain :
- Cakupan dari bulan ke bulan dibandingkann dengan garis target, dapat
digambarkan masing-masing bulan atau dengan cara kumulatif.
- Hasil cakupan per triwulan untuk masing--masing desa.

Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat hal-hal sebagai berikut :
- Bila garis pencapaian dalam a tahun terllihat antara 75-100 % dari target, berarti
program sangat berhasil.
- Bila garis pencapaian dalam a tahun terllihat antara 50-75% dari target, berarti
program cukup berhasil.
- Bila garis pencapaian dalam a tahun terllihat dibawah 50% dari target, berarti
program belum berhasil.

Bila garis pencapaian dalam setahun terlihat dibawah 25% dari target, berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan propinsi maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan atau Dati II. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu memperhitungkan pula / memonitoring efisiensi pemakaian vaksin.

Update : 19 Juli 2006

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.